Sekolah Tidak Memberi Persiapan Menghadapi Dunia Luar
Berikut beberapa alasan kenapa sekolah tidak memberi persiapan menghadapi dunia luar. Simak selengkapnya!
Sekolah Terbatas, Dunia Luar Tidak Terbatas
School is finite, reality is infinite. You have to go to school & uni while keep educating yourself to reach balance in your life.
Dahulu aku selalu komplain: Kenapa sekolah tidak memberi persiapan untuk menghadapi dunia luar? Jawaban sederhananya adalah karena school built that way. Sistem yang dibangun oleh sekolah itu memang dibatasi dan bersifat mendasar.
Alasannya, pengajaran di sekolah memang harus patuh terhadap sistem academic grading. Hadirnya sistem grading inilah yang mengakibatkan mata pelajaran yang diajarkan di sekolah harus dibatasi.
Pendidikan vs. Edukasi
Selanjutnya, alasan lain kenapa sekolah tidak memberikan persiapan dalam menghadapi dunia luar adalah karena sekolah termasuk dalam ranah pendidikan, bukan edukasi. Pendidikan akan berlangsung dalam hidup seorang individu, yakni sejak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Namun, edukasi dapat berlangsung selamanya.
Individu mencari kebenaran. Kelompok mencari kesepakatan — Naval Ravikant
Persiapan menghadapi dunia luar erat kaitannya dengan edukasi. Seperti halnya nilai-nilai yang berkaitan dengan pengelolaan diri, karakter dan spiritualitas seseorang. Hal tersebut tidak akan diajarkan di instansi pendidikan secara holistik. Karena pengelolaan diri, karakter, dan spiritualitas dalam beberapa konteks hidup bermasyarakat bersifat personal. Sedangkan instansi pendidikan wajib berfokus kepada konformitas dan konsensus.
Sistem sekolah memang terbatas agar pengajaran fokus untuk mengisi pola-pola tertentu dalam academic grading sehingga mereka bisa mencetak ijazah (credentials).
Namun, hanya karena terbatas dan bertujuan memberikan credentials tak lantas mengurangi nilai berharga dari instansi pendidikan itu sendiri. Justru, salah satu tujuan seseorang mendaftar ke instansi pendidikan adalah untuk membantu dirinya dalam menyeimbangkan potensinya sebagai manusia:
1. Instansi pendidikan hadir sebagai salah satu pondasi bagi para murid untuk mempelajari pola-pola dasar yang mendukung mereka menjadi bagian dari masyarakat. Instansi pendidikan melatih kita menjadi seseorang yang disiplin, mampu menerima perintah, kritik, serta belajar membentuk konsensus dengan masyarakat.
2. Tidak semua orang lahir dengan privilege ekonomi dan tidak semua orang suka dengan dunia entrepreneurship. Credentials yang didapatkan seseorang dari sekolah dan universitas bisa dimanfaatkan seorang individu untuk membentuk dirinya sebagai pekerja, sehingga lewat pekerjaannya dia memperbaiki kualitas hidupnya.
3. Beberapa peran dalam hidup bermasyarakat tentu ada yang bisa dijalankan tanpa credentials, tetapi peran seperti para pekerja di ranah STEM (Science, Technology, Engineering and Math) memang memerlukan credentials untuk kebutuhan validation/standard.
Tujuan utamanya adalah jika terjadi kesalahan saat bekerja, semua dapat dipertanggungjawabkan. Misal, seorang engineer helikopter harus ahli dalam menghitung berapa liter bahan bakar yang mereka gunakan agar helikopter mampu bekerja dengan baik saat harus menempuh perjalanan dalam jarak tertentu.
Atau seorang dokter harus memiliki validasi khusus dari instansi pendidikan yang diakui credentialsnya agar diperbolehkan memberikan resep kepada pasien, atau akibatnya sangat fatal seperti malpraktik, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, seorang individu harus senantiasa mengedukasi dirinya. Karena jika seseorang hanya fokus pada pendidikan saja dan kurang mengedukasi dirinya—individu tersebut akan rentan mengidap sindrom school-minded trap. Akupun termasuk salah satu yang pernah mengalami hal ini.
Publish your own book: Amazon KDP
School Minded Trap
Aku menyebutnya school-minded trap. Perangkap pikiran ini adalah hal yang membuat seseorang sulit berpikir independen dan mudah cemas saat menghadapi unpredictability di kehidupan luar sekolah. Individu ini akan berpikir bahwa pendidikan adalah segalanya, penentu kesuksesan. Padahal dalam hidup ini ada banyak faktor penentu kesuksesan selain pendidikan.
Adapun ciri-ciri individu yang mengidap sindrom school-minded trap adalah merasa bahwa guru-guru di sekolah/universitas selalu mengatakan hal yang benar, padahal guru-guru mereka bisa saja salah karena mereka juga manusia. Akibatnya, setelah individu ini terjun ke masyarakat mereka kesulitan membangun sistem (karena selalu menerima perintah), sulit mengungkapkan pendapat, selalu membutuhkan validasi dari masyarakat tentang apa yang ingin mereka kerjakan, menjadi kaku dan tidak inovatif.
Selain itu, individu dengan school-minded trap juga merasa bahwa pendidikan adalah segalanya. Padahal jika mereka hanya fokus pada pendidikan akademik saja, individu tersebut hanya akan pintar, tetapi tidak berkarakter. Individu itu menjadi pintar dalam bidang akademik tetapi tidak mampu mengatasi dirinya saat emosi dan stres melanda. Individu itu menjadi pintar bekerja, tetapi hatinya selalu hampa dan sulit bahagia.
Competence is how good you are when there is something to gain. Character is how good you are when there is nothing to gain. People will reward you for competence, but people will only love you for your character — Mark Manson
Bangun Kesadaran Sebelum Mendaftar ke Instansi Pendidikan
Saat seorang individu memutuskan untuk mendaftar ke sebuah instansi pendidikan, ada kesadaran yang perlu dibangun:
1. Selama berada di dalam lingkungan instansi pendidikan, seseorang harus patuh terhadap sistem yang dibuat instansi tersebut. Karena jika ingin lulus dan mendapatkan credentials, alur yang dibuat memang harus patuh terhadap sistem.
2. Sekolah atau universitas tidak berhak mendikte keputusan yang dibuat seorang individu. Tugas instansi pendidikan hanya memfasilitasi dan menginsipirasi seorang individu.
3. Seorang individu harus memiliki kesadaran penuh bahwa para pengajar di sebuah instansi pendidikan juga manusia yang memiliki keterbatasan dan tidak semua pengajar memiliki karakter, sehingga beberapa di antara mereka suka membawa masalah personal dalam hidupnya ke dalam pekerjaannya. Misalnya, guru yang suka curhat soal kehidupannya di jam pelajaran. Jadi, hindari sikap terlalu berharap kepada pengajar di instansi pendidikan.
4. Agar tidak menjadi individu yang mengidap sindrom school-minded trap seimbangkan kehidupan Anda setelah selesai sekolah/kuliah dengan fokus mencari teman-teman yang memiliki satu frekuensi, temukan mentor dan komunitas yang sesuai dengan passion dan nilai hidup yang ingin Anda kembangkan dan bangunlah program edukasi serta sistem untuk diri Anda sendiri.