back to blog

Inner Work: Misi Penting dan Tak Terlihat

Disclaimer

  • Esai ini mengandung topik bahasan dalam ranah psikologi
  • Aku tidak memiliki latar belakang pendidikan psikolog dan aku bukan psikolog
  • Aku memahami bahwa kondisi dan latar belakang kehidupan orang itu berbeda
  • Esai ini bertujuan membagikan sudut pandang alternatif dan memberikan motivasi

Generasi Overthinking

Melalui esai ini, aku akan bicara sebagai seorang teman yang ingin membagikan pengalamanku terkait inner work. Aku merasa topik ini menarik untuk dibahas, karena aku sering mendengar istilah generasi overthinking. Hal itu membuatku ingin membagikan pengalamanku terkait inner work atau eksplorasi diri terutama yang berkaitan dengan pengelolaan emosi.

Aku berharap kita semua bisa menang melawan kesulitan, karena sejatinya kita tidak akan menemui garis finish. Setelah meraih satu kesuksesan, kita kerap bertanya: lalu sekarang apa? Kita akan terus berjuang, hingga nanti roda kehidupan ini berakhir—kita tetap harus berjuang di kehidupan selanjutnya. Untuk itulah, aku di sini menulis agar kita—khususnya generasi muda, bisa memiliki ketahanan diri (resilience) dan rasa berharga (self-worth). Karena pada akhirnya, akan hanya tinggal dirimu, amalanmu, dan tuhanmu saja.

Masalah yang Sering Ditemukan di Kehidupan Sehari-hari

Selanjutnya, aku akan mengemukakan beberapa masalah yang kutemukan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah-masalah ini sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut karena merupakan faktor penghambat bagi seseorang dalam mewujudkan ketenangan batin dan kebahagiaan sejati dalam hidupnya.

Jika seseorang mengalami masalah-masalah ini, maka sekalipun mereka memiliki kehidupan yang enak, tampak sukses dan dikelilingi orang yang dicintai—kebahagiaan itu tidak pernah menetap di jiwa mereka. Mereka akan selalu merasa sedih, hampa, kurang puas atau tidak pernah merasa cukup, serta merasa kehilangan arah dalam hidup ini. Lebih parahnya lagi, mereka akan takut menjalani hidup ini sendirian, yang artinya: mereka takut pada diri mereka sendiri. Maksudnya? Sering aku mendengar, seorang anak muda merasa cemas, tidak percaya diri, dan insecure. Padahal, tidak ada manusia yang lahir dengan kemampuan membenci dirinya sendiri. Jika itu terjadi, maka ada faktor-faktor dari luar diri seseorang yang mempengaruhi pedalaman diri (batin) mereka sehingga mereka mulai membenci dan takut kepada dirinya.

Oleh karena itu, inner work (tata kelola batin) menjadi penting karena inner work hadir sebagai solusi atas masalah-masalah tersebut dan membantu kita meningkatkan kualitas hidup.

Temuan Masalah 

  • Mengapa ada orang yang tampak sukses, tapi selalu merasa tidak bahagia?
  • Mengapa seseorang bisa insecure dan kurang percaya diri dalam mengambil keputusan?
  • Mengapa seseorang suka mengeluh, pergi berlibur untuk healing, lalu mengeluh lagi?
  • Mengapa seseorang mudah merasa bosan, sedih, hampa, dan kesepian?
  • Mengapa seseorang bisa sensitif, curiga, dan clingy terhadap pasangannya?
  • Mengapa seseorang sering mengalami rasa gelisah berlebihan?

            Ada dua faktor penting yang perlu ditinjau dalam perjalanan mewujudkan keberhasilan inner work (tata kelola batin) seseorang, yakni: faktor psikologis dan faktor biologis.

            Faktor Psikologis

            Berikut adalah yang perlu kita bahas dalam faktor psikologis

            • Sifat alamiah manusia

            • Inner work sebagai misi penting

            Sifat Alamiah Manusia

            Berdasarkan pengalamanku, mempelajari sifat alamiah manusia (fitrah manusia) atau sifat-sifat bawaan manusia yang universal—ternyata mampu menjadi perantara bagi seseorang untuk memanifestasikan kebahagiaan serta ketenangan batin yang sejati.

            Sebagai contoh, dulu aku pernah bingung ketika melihat seseorang yang tampak tak tergoyahkan emosinya padahal banyak yang membenci atau menentang pilihan hidupnya. Melihat orang itu, aku selalu berpikir, kira-kira bagaimana aku bisa menjadi seperti dia?

            Dalam hidup ini, aku ingin menjadi seseorang yang hidup di atas pilihanku sendiri, tetapi kadang tantangannya adalah opini dan orang-orang yang kontras dengan pilihanku. Namun, setelah bertahun-tahun mencari jawabannya, berdiskusi dengan mentorku dan membaca banyak buku, ternyata jawabannya dimulai dari poin penting berikut ini: self-awareness atau rasa mawas diri. Self-awareness adalah jembatan bagi seorang individu untuk mengetahui tentang kelebihan dan kekurangannya sebagai manusia. Self-awareness mampu menumbuhkan rasa berharga terhadap diri seseorang (self-worth) dan rasa sayang kepada diri sendiri (self-compassion). Cara memilikinya adalah dengan senantiasa menanyakan kepada diri sendiri tentang kelebihan apa saja yang dimiliki, serta bagaimana kita bisa memanfaatkan kelebihan diri untuk menunjang hidup kita. Begitu pula dengan kekurangan, jika seseorang memiliki self-awareness, maka dia akan menyadari dan menerima kekurangannya. Jika dia menyadari kekurangannya, hal itu akan memudahkannya dalam mencari cara untuk menyiasatinya agar dia tetap bisa berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.

            Lalu, bagaimana seseorang bisa tenang-tenang saja padahal keputusannya jelas dibenci dan ditentang?

            Pertama, kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh manusia itu ada yang sifatnya umum/universal (dimiliki semua manusia), orang dengan self-awareness paham betul bahwa sifat-sifat universal itu dimiliki oleh semua manusia. Jadi, mereka akan bersikap tenang karena mereka telah menguasai dan memahami apa saja penyebab dan akibat dari setiap perilaku yang dilakukan manusia. Singkatnya, mereka telah terlebih dahulu mengukur respon seseorang terhadap perilaku mereka.

             

            Sifat-sifat yang manusia universal itu, misalnya manusia suka membandingkan, manusia suka kepada hal-hal yang indah, manusia suka mencari sesuatu yang lebih besar darinya agar merasa aman (punya kepercayaan/keyakinan), manusia akan marah saat haknya dirampas, manusia memiliki nafsu, dan lain sebagainya.

            Kemudian tentang pengendalian amarah, bagaimana caranya agar tidak mudah terpancing emosi? Jawabannya adalah jangan pernah tunjukkan kepada orang lain sesuatu yang membuatmu sangat marah atau sesuatu yang sangat kamu sukai, dan jagalah agar kita tidak terlalu membenci atau menyukai sesuatu. Karena hal-hal tersebut dapat digunakan untuk memancing kita dan mengendalikan kita. Jangan mudah marah, karena kalau kamu mudah marah, berarti kamu adalah budak dari seseorang yang membuatmu marah itu.

            Individu dengan self-awareness paham bahwa jika seseorang melakukan tindakan X kepadanya, hal itu tidak pernah berdiri sendiri, pasti ada penyebab dibalik mengapa seseorang bisa melakukan tindakan X itu. Biasakan membuat pola-pola kemungkinan sebab-akibat tentang perilaku individu lain terhadapmu. Karena dibalik sebuah tindakan seseorang—meski seremeh apapun itu—pasti ada penyebab atau niat tertentu yang tersembunyi di belakangnya. Setiap tindakan seseorang adalah manifestasi dari keadaan batinnya. Terkadang kemarahan, kecemburuan, kecemasan, dan kebenciannya bukan diarahkan kepadamu, tetapi dia sedang berusaha memproyeksikan keadaan batinnya sendiri. Jadi pahami betul: Apakah dia marah karena penyaluran luka batin yang salah? Apakah hanya proyeksi diri? Apakah karena orang tersebut kurang ilmu pengetahuan? Apakah akibat trauma yang dialaminya? Apakah karena pola asuh masa kecil yang salah? Apakah dia kurang lihai dalam pengendalian emosi sehingga menjadi mudah tertekan?

            Nah, apabila kita sudah tau penyebab utama dibalik kemarahan, kebencian, dan pertentangan dari orang lain, maka kita akan dengan mudah menyesuaikan diri, merespon, serta mengambil sikap untuk mengatasinya. Kita juga akan menjadi lebih bijaksana dan mudah memaafkan orang lain.

            Last but not least, individu dengan self-awareness hanya akan meminta maaf jika mereka salah, bukan karena mereka malu atau takut terhadap lawan bicaranya.

            Selanjutnya, kenapa ada orang yang insecure, selalu hampa, kesepian, dan tidak percaya diri?

            Pertama, karena orang tersebut tidak mengenal dirinya dan tidak mengenal sifat alamiah manusia secara universal. Jika kamu suka membaca buku taktik perang, maka kamu akan menemukan bahwa pesannya selalu sama: kenali dirimu, dan kenali lawanmu. Hal itu bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

            Jika kamu tau kelebihan dan kekuranganmu, kamu bisa menguasai dirimu dan menjadi pemimpin atas dirimu. Misalnya, jika kamu tau kekurangan dirimu saat kamu marah, kamu akan tahu sikap apa yang perlu dilakukan supaya kekuranganmu itu tidak menyebabkan konflik dengan orang lain. Apakah kamu tipe pendendam? Bagaimana caranya supaya kamu bisa menguasai sifat itu? Begitu juga saat kamu sedih, saat kecewa, apa biasanya respon kamu terhadap emosi-emosi negatif itu? Pelajari respon-respon dirimu dalam merasakan dan menerima emosi, kemudian temukan cara mengendalikannya. Do what works for you! Karena tiap orang pasti berbeda dan punya caranya masing-masing. Intinya saat emosi negatif menyerang kamu tau apa yang harus kamu lakukan. 

             

            Lalu, dari sisi kelebihan diri, apa saja kelebihan yang kamu punya? Fokus kepada kelebihan itu dan manfaatkan sebaik mungkin! Dengan mengetahui kelebihanmu, kamu bisa memanfaatkannya saat berhadapan dengan individu lain, mengetahui kelebihanmu akan menumbuhkan rasa percaya diri dan rasa berharga terhadap diri sendiri. 

            Selain diri sendiri, kamu juga perlu melihat pada kelebihan dan kekurangan orang lain di sekitarmu. Pelajari psikologi dengan baik. Terutama self-image psychology, agar kamu tau bagaimana cara mengendalikan dirimu dalam menghadapi sisi gelap diri sendiri dan sisi gelap orang lain. Self-image psychology akan membekali kamu cara agar tidak terjebak dalam manipulasi citra diri yang dilakukan orang lain. Karena manipulasi bisa menjadi salah satu penyebab seseorang menjadi insecure

            Kedua, orang tersebut sering menekan emosi negatif daripada mengungkapkan atau menyalurkannya. Hal ini bisa dilatarbelakangi pola asuh yang salah di lingkungan keluarga. Anak-anak yang sejak kecil biasa ditinggal orang tuanya bekerja, berada di lingkungan broken home, atau tinggal bersama keluarga/orang tua yang emotionally unavailableHal itu membuat mereka selalu melakukan segala sesuatunya secara mandiri dan tidak terbiasa mengekspresikan perasaan. Istilahnya adalah childhood emotional neglect. Hal ini bisa kamu pelajari lebih lanjut dalam buku karya Linda C. Gibson yang berjudul Adult Children of Emotionally Immature Parents (How to Heal from Distant, Rejecting, or Self-Involved Parents)

             

            Menekan emosi negatif atau mengalihkannya dengan tidur sangat berbahaya. Karena suatu hari, perasaan tersebut bisa muncul ke permukaan dalam wujud emosi yang meledak-ledak, sedih yang tidak diketahui penyebabnya, atau psikosomatis (sakit pada tubuh akibat pengaruh tekanan psikis). Pastikan kamu selalu mengidentifikasi perasaanmu, apakah yang sedang kamu rasakan? Apakah sedih, marah, cemburu, kecewa, curiga, takut?  Kemudian, tahap selanjutnya adalah kamu perlu merasakan kehadirannya, menerimanya, serta menyalurkannya. Namun, masalahnya, emosi negatif berpotensi menjadi destruktif alias berpotensi menyakiti atau melukai orang lain. Maka, perlu kamu cari saluran alternatifnya, misalnya menuliskan segala isi hati dan pikiran ke buku catatan, atau merekam video saat sedang marah/kecewa, menggambar di kertas sesuai dengan perasaanmu. Lakukan dan ekspresikan sejujur-jujurnya, jangan pernah berbohong kepada diri sendiri tentang apa yang sedang dirasakan.

            Tapi, apakah menyalurkan perasaan dengan cara menulis, merekam video atau voice notes, menggambar bisa menyalurkan emosi negatif? 

            Jawabannya: bisa! Karena otak manusia memiliki batasan, ketika kamu banyak pikiran, kepalamu dipenuhi emosi, otakmu tidak akan sanggup berpikir jernih. Jadi, dengan menyalurkannya lewat tulisan, rekaman, atau gambar, itu akan menciptakan ruangan di otakmu sehingga akan menjadi lebih mudah berpikir positif. Oleh karena itu, seorang entrepreneur bernama tiago forte selalu mengampanyekan tentang menulis catatan. Karena catatan adalah otak kedua kita.

            Ketiga, orang itu sedang dimanipulasi orang lain dan manipulasinya telah sampai kepada citra dirinya (self-image). Sebelum lanjut, kamu mungkin bertanya-tanya: apa sih yang dimaksud dengan citra diri? Citra diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya. Yup, seperti yang sudah kujelaskan di atas, seseorang bisa saja terjebak dalam manipulasi orang lain dan buruknya, orang tersebut tidak menyadarinya. Kita memang tidak boleh terlalu curiga kepada orang lain, tetapi kita perlu waspada.

            PSYCHOCYBERNETICS

            source: psycho-cybernetics by maxwell maltz

            Sebagai contoh: Hans bertemu dengan Kanna. Saat Hans berhadapan dengan Kanna, dia perlu memastikan apakah dia berhadapan dengan diri Kanna yang sebenarnya? Atau dia sedang berhadapan dengan sosok Kanna yang sedang berpura-pura.

            Kemampuan membaca yang tersirat (read between the lines) ini sangat penting dikuasai. Karena terkadang, orang yang manipulatif bisa menyamar menjadi orang yang seolah bermaksud baik, tetapi ternyata ada maksud lain dibalik perbuatannya itu. 

             

            Orang bisa menjadi sangat insecure dan merasa tidak berharga jika dia sudah berada di tangan manusia yang manipulatif. Sekali lagi, belajar menguasai sisi gelap diri kita dan orang lain sangat penting, juga mempelajari self-image psychology, agar citra diri kita tidak bisa dipermainkan oleh orang yang berniat buruk.

             

            Orang yang manipulatif sangat berbahaya, dia akan membuat kamu fokus hanya kepada kekurangan dan kesalahanmu saja, membuatmu menjadi pesimis seperti mereka. Tujuannya tentu agar mereka bisa mengambil keuntungan darimu. Itulah tadi pentingnya self-awareness, agar kamu bisa mengenali karakteristik orang-orang manipulatif dan membentuk batasan dengan mereka.

             

            Lalu, bagaimana dengan orang yang codependent alias bucin, cemburuan, dan clingy terhadap pasangannya?

            Menurut pendapatku, terdapat dua kemungkinan:

            Pertama, orang tersebut suka melarikan diri dari perasaannya, misalnya dia merasakan cemas, alih-alih dia bertanya pada dirinya seperti: Mengapa ya aku bisa cemas? Apa yang menyebabkan kecemasanku ini? Apakah cemasku karena faktor psikis atau faktor biologis? 

            Nah, orang tersebut malah menyalurkannya lewat sikap codependent tadi. Dia menjadikan perilaku bucin kepada pasangannya sebagai pelarian dari apa yang dirasakannya. Jadi, terdapat kesalahpahaman dalam cara berpikir orang yang codependent tadi, dia merasa pasangannya bisa menyelesaikan masalah psikologisnya, seperti membuat rasa cemasnya menghilang, padahal tidak sama sekali.

            Seseorang perlu melakukan inner work terlebih dahulu, yakni mengatasi kecemasannya dulu (agar dia bisa mandiri secara emosional) sebelum mulai berhubungan dengan seseorang, agar dia tidak menggantungkan diri secara emosional (emotionally codependent) kepada pasangannya. 

             

            Perlunya kesadaran dalam mengidentifikasi masalah psikis pribadi dan melihat di mana letak masalah yang kita alami: apakah kita merasakan cemas akibat trauma, atau karena kesalahan pola asuh sewaktu kecil, atau karena banyaknya pekerjaan di kantor dan lain sebagainya, sehingga masalah emosional tersebut dapat ditangani dengan cara yang tepat. Jangan ragu untuk pergi ke profesional jika memang dibutuhkan.

             

            Problematika hubungan manusia sering terlihat melibatkan dua individu yang menjalin hubungan, padahal terkadang itu akibat masalah psikologis salah seorang individu saja yang belum mandiri secara emosional (low emotional intelligence), sehingga dia malah merugikan individu lain dengan sikapnya.

             

            Kedua, orang itu berada dalam kendali pasangan atau circle pertemanan yang manipulatif. Karena terkadang, ada individu yang—sebut saja—masih polos, belum memiliki self-awareness, tetapi selalu punya niat tulus, dan sialnya, dia menjalin hubungan dengan penipu ulung. 

             

            selain mempelajari sifat pasangan, perhatikan juga siapa teman-teman terdekat kita, terkadang beberapa orang tampaknya tulus, padahal sebenarnya berusaha mengalihkan self-image kita agar kita menjadi minder/pesimis seperti mereka, misalnya:

            "Duh, kenapa ya dia ngilang mulu :("

             

            "Nih ya, lo itu kan cuma lulusan SMA, sedangkan dia S2! Coba deh pikir, pasti selama ini dia sering ngilang gak chat lo karena dia gak mau sama lo. Mending cari yang tulus sama lo,"

             

            (padahal di balik itu, pacarnya sibuk kerja buat halalin dia)

             

            Perhatikan pernyataan di atas yang seolah mendukung agar temannya mencari pasangan yang tulus menerima dia, padahal sebenarnya orang itu berusaha menjerumuskan temannya kepada pesimisme. Bukan karena mereka tidak mendukung hubunganmu dengan pasangan, tetapi pertanyaan utamanya: apa yang membuat status pendidikan seseorang menjadikan dirinya tidak pantas di hadapan orang lain?

            Jadi, pastikan kamu selalu re-check dengan segala opini teman-temanmu, bahkan yang terdekat. Jangan-jangan justru opini mereka yang menghambat kehidupanmu. Ingat, ini hidupmu, bukan hidup sang bestie. Lakukan sesuai hati nuranimu, bukan berdasarkan saran bestie.

             

            Hal semacam itu bisa terjadi, maka untuk itulah aku menulis esai ini, supaya yang "polos-polos" segera tercerahkan dan tergerak untuk mempelajari self-image psychology. Yes, this is a wake up call! 

             

            Karena jika kita tidak mempelajari tentang psikologi pria dan wanita, serta mempelajari strategi khususnya perihal sifat manipulatif, kita akan menderita dalam urusan percintaan atau jenis hubungan apapun. Karena apa? Karena tanpa ilmu, kita takkan memiliki rasa percaya diri dalam mengambil keputusan dan menentukan batasan kepada orang-orang yang bersikap tidak pantas, serta kita jadi tidak bisa mengidentifikasi mana individu yang tulus dan mana yang penipu.

            Bagaimana dengan yang orang suka mengeluh penat dengan pekerjaan atau kehidupan, dan selalu ingin liburan buat healing, tetapi habis healing ya tetap saja mengeluh?

            Tulisan ini adalah buah inspirasi dari masalah yang kutemukan sehari-hari. Perlu diingat kembali, tidak semua orang seperti ini, hanya sebagian saja—yang kebetulan bertemu denganku. Sejak aku duduk di bangku sekolah sampai detik ini, dalam berkarier, aku seringkali berhadapan dengan orang yang suka mengatakan:

            Penat banget rasanya hidup! Capek, kerja terus! Bete sama bos gua! Butuh escape!

             

            Gua lelah belajar mulu, kram otak, pengen liburan, butuh vitamin-sea!

             

            Huhu, galau banget gua abis ditinggal doi, jalan yuk, butuh healing, nih!

             

            Gua udah sering banget overthinking dan cemas, gua butuh healing deh kayaknya. Bali, yuk!

             

            Jika diperhatikan sekilas memang tidak ada yang salah, sangat wajar bagi seseorang untuk merasakan penat dalam hidupnya dan ingin pergi berlibur. Namun, ada satu masalah menurutku, orang-orang yang seperti ini melakukan looping activity atau aktivitas berulang. 

             

            Waktu bergulir, musim berganti, tetapi mereka akan selalu mengeluhkan hal yang sama, serta mengambil solusi yang sama tanpa berusaha mencari akar dari masalah mereka. Mereka akan mengeluh tentang betapa penatnya hidup, lalu pergi liburan, lalu setelah pulang liburan mereka mengeluh lagi, dan begitu seterusnya.

             

            Aktivitas berulang tersebut sangat menginspirasiku untuk mencari solusi yang lebih tepat. 

             

            Ketika rasa penat dan ingin liburan itu datang kepadaku, aku mengidentifikasinya sebagai hal yang wajar, tetapi aku tidak ingin menormalisasi looping activity yang tidak berujung itu, maka aku mulai bertanya kepada diriku sendiri: 

             

            Apa kiranya akar dari rasa penat dan kesepian?

             

            Mengapa jika seseorang punya masalah dengan manusia lain justru malah liburan?

             

            Adakah solusi lain yang lebih ampuh? 

             

            Bisakah seseorang pergi liburan karena ingin menikmati hidup dan bukan melarikan diri?

             

            Jawabannya: bisa, semua bisa diatasi dengan mencoba mengakui, merasakan, dan menerima rasa penat yang sedang kamu alami, kemudian lihat ke dalam dirimu dan solusinya adalah perbaiki inner work (tata kelola batin) kita. Karena tanpa itu, liburan hanya aktivitas untuk melakukan escapism atau pelarian, bukan menyelesaikan kegelisahan dan rasa bosanmu. Tapi, sebelum kita mengenal apa sih inner work itu? Yuk, kita simak dulu pendapatku tentang mengeluh, agar kamu tidak sembarangan curhat kepada orang lain tentang masalah hidupmu.

            Pendapatku tentang mengeluh dan curhat kepada manusia lain

            Kamu mungkin bertanya-tanya: bukankah lebih baik jika aku menceritakan perasaanku kepada orang lain? 

             

            Berkaca dari pengalamanku lagi, selama dua tahun terakhir aku mencoba menuliskan segala perasaanku di buku harian dengan tujuan melepaskan perasaan negatif seperti amarah, kecewa, kesedihan, curiga, dan lain sebagainya. Kemudian, aku membaca ulang isinya. Aku menemukan, bahwa apa yang kuungkapkan di dalam buku harian biasanya tidak terlalu penting, berpotensi menyakiti orang lain, dan bahkan mungkin saja membuat orang lain berpikir negatif tentang diriku. Nah, sekarang bayangkan sendiri jika semua itu kuceritakan kepada orang lain.

             

            Artinyaada baiknya selalu pikirkan ulang dan berhati-hati jika ingin mencoba menceritakan atau melepaskan perasaan kepada manusia lain. Hal yang menjadi pertimbangan adalah manusia lain bisa memiliki interpretasi yang beragam, serta melakukan penilaian terhadap masalahmu. Selain itu, kamu juga tidak bisa mengontrol respon mereka. Apakah kamu siap dengan segala kemungkinan itu?

             

            Aku punya keyakinan bahwa ketika aku bercerita tentang perasaan atau masalahku kepada manusia lain, terutama perasaan sedih atau kecewa, kurasa hanya 1% dari mereka yang benar-benar empati, sisanya? Mereka akan senang aku punya masalah itu. 

             

            Di sinilah aku pada akhirnya bisa memaknai sepenuhnya cinta kepada Yang Maha Kuasa. Menuliskan perasaanku sama saja berdoa kepada Yang Maha Kuasa, dan tak jarang aku mendapatkan jawaban dari apa yang kuungkapkan di buku harian.

            Inner Work sebagai Misi Penting
            • Definisi inner work menurut Andrea Rodericks

            To me inner work is the work you do on yourself to try to overcome barriers that are preventing you from realizing your potential, or fulfilling a purpose, or really working well with other people to make change. It could be a blind spot you have. It could be that you're not able to listen to certain perspectives. It could be that you feel uncomfortable in certain spaces. I think being aware of that and working to change that if you believe it's important, that's what inner work is. 

            • Mengapa inner work adalah misi penting dalam kehidupan manusia?

            Kebanyakan manusia pada fase dewasa awal lebih fokus dan mementingkan target di luar diri yang jika diraih akan terlihat hasilnya seperti: gelar akademik, karier cemerlang, harta melimpah, dan pasangan sehidup semati.

             

            Tidak ada yang salah dengan semua itu, tetapi jika terus mengejar target di luar diri dan melupakan inner work (tata kelola batin) dan tidak meluangkan diri mempelajari pedalaman (batin) manusia, maka kemungkinan masalah yang dihadapi seorang individu adalah sukses tapi hampa, dikelilingi orang-orang yang dicintai tapi merasa kesepian, bingung kenapa punya karyawan di kantor yang sering menghilang (karena ternyata karyawannya depresi), suka menyiksa anak padahal kesal dengan pasangan, atau memutuskan untuk bercerai karena pasangan dianggap terlalu kekanakan. 

             

            Padahal semua itu bisa dicegah jika seseorang mau memperhatikan inner work. Yakni, target pengelolaan diri yang baik, yang dimulai dengan mengenal diri sendiri. Karena kita semua pasti punya luka, atau trauma di masa lalu, dan apabila itu tidak ditangani dengan baik, maka akan berkembang menjadi masalah lain di kemudian hari. 

             

            Memprogram ulang otak emosional dan memiliki kelola batin yang baik merupakan harta yang tak terlihat oleh mata, tetapi manfaatnya bisa dirasakan oleh hati. Baik itu hati kita, maupun hati orang lain. Seseorang yang melakukannya akan menjadi lebih tentram, bahagia, dan bisa mengejar target duniawinya dengan lebih baik.

            Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini telah membantuku dalam menciptakan ketenangan batin. Jika kamu sedang kehilangan arah, tanyakan kepada dirimu, pulanglah kepada dirimu, bukan kepada orang lain, karena jauh di lubuk hatimu, kamu selalu tau apa yang kamu butuhkan ?

             

            Tanyakan kepada dirimu:

             

            Aku ingin jadi manusia yang seperti apa? Manusia yang mengharapkan cinta manusia atau cinta Tuhan? 

             

            Aku diciptakan ke dunia ini untuk apa? Atas perintah manusia atau perintah Tuhan?

             

            Bagaimana caranya aku tetap bahagia saat aku hanya sendirian saja?

             

            Bagaimana caranya aku tetap bahagia saat keadaan menjadi sulit?

             

            Siapakah aku di hadapan manusia lain dan siapakah aku saat sedang sendirian dan di hadapan Tuhan?

             

            Apakah aku sudah cukup baik memperlakukan diriku? Atau aku selalu mengutamakan orang lain hingga aku terluka? 

             

            Jika ada manusia lain yang bahagia saat berada di sampingku, itu tandanya aku memiliki kebaikan dan kasih sayang. Sekarang, saatnya kuputuskan siapa saja yang pantas menerima cintaku? 

             

            Apakah aku sudah paham mengapa seseorang melakukan ini padaku? Kira-kira mengapa orang melakukan ini padaku? Apakah karena kesalahanku atau karena dia insecure dengan dirinya?

             

            Apakah aku mengenal siapa diriku dan orang-orang yang kuhadapi sehari-hari?

             

            Faktor Biologis

            Selain faktor psikologis, beberapa faktor biologis juga bisa memengaruhi mood seseorang, loh! Jadi, jangan buru-buru menyalahkan orang lain tentang mood kita yang jelek, karena bisa saja semua itu justru akibat pola hidupmu yang buruk. Berikut adalah faktor biologis yang bisa membuat kamu jadi mudah cemas dan kurang fokus:

            • Terlalu banyak mengonsumsi gula; gula bisa menyebabkan seseorang mengalami anxiety dan memicu hiperactivity

            • Kurang fokus karena dehidrasi (brain fog)

            • Ketidakseimbangan hormon akibat pola makan yang tidak teratur, pola tidur yang berantakan dan tidak pernah olahraga.

            • Ada masalah dengan asam lambung (GERD) atau gangguan irama jantung.

            • Untuk wanita mungkin sedang pra menstruation syndrome

            • Untuk pria mungkin sedang low testosterone 

            Nah, selain memperbaiki masalah psikis, jika kamu sering merasa kurang nyaman dengan perasaanmu, kamu juga bisa mulai dengan memperhatikan pola hidupmu serta memulai gaya hidup sehat terlebih dahulu. Kemudian, saksikan perubahannya. 

            error: Content is protected !!